Pemerintah diminta tidak hanya menghentikan impor pakaian bekas, tapi juga menghentikan impor pakaian dari China, yang telah menghancurkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia.
"Impor pakaian dari China memang telah membunuh UMKM, bikin hancur UMKM TPT. Stop juga impor pakaian bekas, memalukan!" tandas Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, kepada Kantor Berita Politik RMOL, melalui pesan singkat, Selasa (21/3).
Menurutnya, negara besar seperti Indonesia memakai pakaian bekas dari negara lain jelas bikin malu. Itu tugas pemerintah, baik Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Koperasi dan UMKM untuk menggenjot TPT dalam negeri bangkit kembali.
"Stop impor pakaian dari China, Bangladesh dan lain-lain, juga stop impor pakaian bekas. Sudah lama pemerintah tidak serius mengurus produk TPT dan membiarkan perusahaan mati. Di Bandung, perusahaan TPT pada gulung tikar, pemerintah tidak turun tangan, membiarkan negara kebanjiran impor tekstil China. Ini bertentangan dengan kebijakan stop impor," pungkas Muslim.
Sebelumnya, anggota DPR RI, Adian Napitupulu, mengatakan, tren thrifting atau pembelian barang bekas tidak mempengaruhi bisnis UMKM Indonesia. Bahkan larangan impor pakaian bekas dianggap hanya bagian dari upaya pemerintah memuluskan jalan impor pakaian jadi ke Tanah Air.
Adian juga mengaku memiliki data konkret bahwa pakaian bekas tak pernah mempengaruhi kinerja UMKM Indonesia. Berdasar data Asosiasi Pertekstilan Indonesia, kata Adian, impor pakaian jadi dari China menguasai 80 persen pasar di Indonesia.
"Ambil contoh di 2019, impor pakaian jadi dari China 64.660 ton, sementara menurut data BPS pakaian bekas impor di tahun yang sama hanya 417 ton atau tidak sampai 0,6 persen dari impor pakaian jadi dari China," kata Adian, kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (18/3).
Pada 2021, sambungnya, impor pakaian jadi dari China sebanyak 57.110 ton. Sedangkan impor pakaian bekas hanya 8 ton atau 0,01 persen dari impor pakaian jadi dari China. Sementara pada 2022, impor pakaian jadi China sebesar 51.790 ton. Sedangkan pakaian bekas impor hanya 66 ton atau 0,13 persen dari impor pakaian dari China.
"Jika impor pakaian jadi dari China mencapai 80 persen, lalu pakaian jadi impor Bangladesh, India, Vietnam dan beberapa negara lain sekitar 15 persen, maka sisa ruang pasar bagi produk dalam negeri maksimal hanya 5 persen. Itu pun sudah diperebutkan antara perusahaan besar seperti Sritex, ribuan UMKM dan pakaian bekas impor," terang Adian.
Sumber: rmol
Foto: Muslim Arbi/Ist