WANHEARTNEWS.COM - Tokoh nasional Dr Rizal Ramli (RR) adalah Pemimpin Perubahan yang mampu Selesaikan Krisis Etika, Politik dan Ekonomi Indonesia. Dia wakafkan sisa hidupnya untuk negara dan bangsa, RR adalah sang Pemimpin yang bersama rakyat (civil society), bisa selamatkan NKRI dari kebobrokan dan kehancuran etika dan ekonomi-politik warisan Jokowi. Kembali ke Cita-Cita Proklamasi 1945, Konstitusi 1945, Trisakti Soekarno dan keadilan sosial adalah misi-visi RR untuk selamatkan NKRI. RR memenuhi semua kriteria untuk menjadi Pemimpin Perubahan untuk mengatasi krisis Etika, krisis demokrasi dan krisis ekonomi-politik Indonesia.
Dewasa ini Narasi “rezim oligarki” bau amat busuk, oligarki jadi musuh rakyat dan ledakan gejolak sosial diprediksi bakal terjadi untuk membasmi oligarkisme, Rezim Oligarki bukan lagi rahasia di kalangan rakyat. Sebuah kekuasaan di tangan segelintir orang. Lantas pemimpin (baca: presiden/wapres Jokowi-Maruf) tak lebih dari boneka yang bisa dimainkan sesuai kehendak sang oligar,sang cukong/bandar.
Itulah intisari Dialog Kebangsaan bersama Dr. Rizal Ramli di kediamannya, Bandung, Sabtu sore hingga malam kemarin (27/5/2023). Diskusi melibatkan mantan aktivis Perjuangan Mahasiswa 1977/78 dan mahasiswa ITB tersebut.
“Kedaulatan di tangan rakyat, kembali hanya dalam angan-angan. Sebatas lips service yang mengecoh ruang publik. Karuan, rezim Jokowi harus dihentikan. Momentum mulai menggelinding, justru pada saat “matahari sudah mau terbenam”,” kata Rizal.
Rizal menegaskan, perubahan sistem adalah keniscayaan. Pemilu 2024 bersamaan pilpres tak lebih formalitas belaka. Serupa “Demokrasi Akal-akalan” yang kembali memupus harapan rakyat seutuhnya.
“Pilpres 2024 sebagai agenda demokrasi sejati tak akan terjadi. Cuma mimpi. Geliat kedaulatan rakyat bakal dipatahkan dengan berbagai cara. Pilpres tak akan berlangsung amanah dan kompetitif. Upaya penjegalan terhadap calon kandidat yang berseberangan, sudah bukan lagi skenario di balik layar. Terbuka dan jadi santapan publik. Intervensi tanpa delegasi. Langsung aksi Jokowi. Tanpa risih, bahkan seolah tak ada urusan dengan demokratisasi yang mesti dijaga marwahnya,” tambah RR, sapaan dia.
“Tak cuma penguasaan politik mayoritas di parlemen. Membuat oposisi yang minoritas tak berdaya. Peran dan fungsi representasi rakyat kadung runtuh. Tak cukup peran inlejen negara. Lantas, kendali KPU yang idealnya terdiri dari representasi parpol peserta pemilu,” Rizal menambahkan.
Bahkan Mahkamah Konstitusi pun diintervensi. Ketua MK, Anwar Sanusi adalah adik ipar Jokowi. Hal yang seharusnya tidak boleh terjadi. Hampir pasti bakal terjadi konflik kepentingan. MK tak bisa diharapkan berlaku netral pada saat sengketa hasil pemungutan suara. Terakhir lewat kebijakan Polisi RW yang kian menegaskan pendekatan police state. Krisis etika, ekonomi politik dan tiadanya rule of law terjadi.
“Sejarah berulang. Rezim Soeharto yang otoriter dijatuhkan lewat Gerakan Reformasi 1998. Rezim oligarki Jokowi yang tuna etika juga sudah harus dihentikan. Eskalasi kian memanas di antara harapan pupus harapan Pemilu Jurdil, pupus,” tambah dia.
Kata Rizal lagi, Pemilu Serentak 2024, utamanya pilpres dalam bingkai kepentingan rezim. Siapa pun yang terpilih haruslah menjamin pengamanan Jokowi pasca lengser. Kandidat yang beredar dan cenderung mengerucut, sejatinya tak berbekal kompetensi kepemimpinan negara berpenduduk 270 juta jiwa. Parameternya cuma uang dan uang. Peran bandar tak terhindar.
“Itulah sebab, koalisi tak kunjung jadi dan bunyi. Partai-partai berorientasi transaksi (uang) sebagai prasyarat koalisi. Selebihnya cuma mengolah konsumsi publik lewat media. Presiden sesungguhnya, ya para bandar. Dibumbui peran lembaga survei berbayar yang siap mendongkrak elektabitas menjadi gebyar. Semata elektabitas untuk mengecoh dan menggiring. Tak peduli soal etikabilitas,” tandas dia.
(berbagai sumber/laporan: Muhammad Rafik kedaipena/konfron)