WANHEARTNEWS.COM - Pada Mei tahun 2023 ini Indonesia genap 25 tahun hidup di era reformasi. Mengenang era sebelum reformasi merupakan masa-masa yang sangat sulit. Hingga kini, kita sudah memiliki 5 presiden. Namun, pergantian presiden tersebut tidak membuat kehidupan rakyat Indonesia baik-baik saja.
Ekonom senior DR. Rizal Ramli membagi era reformasi ke dalam tiga tahapan. Yaitu, tahap democratic spring, tabap stabilisasi demokrasi, dan terakhir tahap deformasi.
“Tahap pertama adalah democratic spring. Di Indonesia democratic spring terjadi pada masa Habibie dan Gus Dur,” ujarnya dalam acara Refleksi 25 Tahun Reformasi yang digelar Core Indonesia, Kamis (25/5)
Mantan Menko Perekonomian ini mengatakan, democratic spring mengacu pada masa peralihan bangsa Indonesia dari kepemimpinan otoriter era Orde Baru ke era demokrasi.
Setelah itu, katanya, Indonesia mengalami masa stabilisasi demokrasi. Hal itu dimulai pada era Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pada masa ini, kata mantan Menko Kemaritiman itu, ada catatan buruk terkait kehidupan dalam trias politika negara ini. Hal itu terjadi karena partai-partai diberi kekuasaan besar untuk bisa memecat anggota DPR RI.
“Ketua Umum Partai Politik bisa memecat seorang anggota DPR. Karena itu, anggota DPR menjadi seperti taman kanak-kanak yang takut dan hanya menjalankan perintah sang ketua partai,” katanya.
Itu berarti, anggota DPR tidak bekerja untuk memperjuangkan hak rakyat, melainkan hanya apa yang diperintahkan oleh partai.
Ketiga, kata mantan Kepala Bulog ini adalah tahap deformasi atau kemunduran berdemokrasi. Masa ini terjadi selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Salah satu indikator terjadi kerusakan demokrasi itu, katanya, adalah indeks demokrasi yang merosot.
Seperti diketahui, berdasarkan catatan The Economist Intelligence Unit (EIU) pada Februari 2021, Indonesia berada di urutan ke-64 indeks demokrasi di dunia dari 167 negara. Indeks demokrasi Indonesia turun, dari skor 6.48 turun skor menjadi 6.3.
Indonesia bahkan ditempatkan sebagai negara dengan demokrasi cacat dengan indikator proses pemilu dan pluralisme, fungsi dan kinerja pemerintahan, partisipasi politik, budaya politik dan kebebasan sipil.
“Jadi dia preteli demokrasi, faktanya indeks demokrasi turun. Kedua, pemerintah lebih banyak yang bekerja untuk oligarki,” ujar Bang RR.