WANHEARTNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Profesor Denny Indrayana mengungkapkan beberapa fakta mengejutkan terkait dengan hubungannya dengan Menko Polhukam Mahfud MD hingga sosok yang diduga sebagai sumber bocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang disebarluaskan.
Denny menyatakan bahwa ada banyak isu yang beredar tentang soal relasi dan komunikasinya dengan Mahfud MD, beberapa di antaranya salah dan perlu diperjelas.
“Beberapa informasi sudah menjadi konsumsi publik sehingga saya lebih leluasa bercerita. Saya hanya sakan memberi penegasan dan konteks agar tidak disalahpahami oleh masyarakat luas,” kata dia dalam keterangannya, Selasa, (6/6/2023).
Dikatakan, Mahfud bukan hanya senior, tapi sebagai guru dari Denny Indrayana.
Dia mengakui kapasitas-intelektual dan integritas-moral Mahfud yang tak terbeli.
“Perjuangan kami sama, menegakkan hukum Indonesia yang adil, tanpa mafia, tanpa korupsi,” tambahnya.
“Saya belajar dan mencontoh Beliau, soal strategi mentwit perkara hukum, dari ruang gelap ke ruang terang publik, agar lebih terkontrol dan mudah diawasi. No Viral, No Justice,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Mantan Wamenkumham ini mengatakan, seandainya Jokowi menjadikan Mahfud sebagai cawapresnya di 2019, maka dipastikan Denny akan memilihnya.
Dia menyebut survei harian Kompas soal raport merah Jokowi ada di bidang penegakan hukum dan antikorupsi sudah benar. Karena itu harus ada perubahan dan tidak layak dilanjutkan.
“Karena kesamaan visi-misi dan kesamaan kerisauan bidang hukum itulah kami sering bersilaturahim, sejak di Yogyakarta, tempat kami sama-sama menuntut ilmu di Fakultas Hukum UGM. Maha Guru kami sama, salah satunya Profesor Maria SW Sumardjono, selamat ulang tahun ke-80 Ibu!,” tuturnya.
Meski Denny saat ini tinggal di Jakarta dan Melbourne, karena kantor hukum INTEGRITY ada di dua kota tersebut, Denny dan Mahfud masih sering bertemu.
“Jika di Jakarta, saya minta waktu bertemu dan mediskusikan situasi dan kondisi hukum aktual, saling bertukar informasi, dan coba mencari solusi,” lanjutnya.
Lebih jauh dikatakan, Mahfud adalah pejabat negara yang paling mudah ditemui, tanpa protokoler yang rumit.
Cukup pagi janjian lewat pesan WA, malamnya saya sudah diterima di rumah dinas Beliau.
Jika sedang ke Melbourne, Mahfud pasti menyempatkan diri mampir, di tengah padatnya jadwal kerjanya.
“Terakhir pertengahan Maret lalu, kami ngobrol santai sambil menikmati daging panggang barbekyu dan seruputan teh hangat di gubuk mungil saya di Melbourne, Australia. Saat akan pulang, Prof. Mahfud menyempatkan mencium sayang, mendoakan ananda Vahmada Ahsana Amala, lalu menarik tangan saya. Membisikkan satu perkara dugaan korupsi yang sedang dilaporkan ke KPK. Kami berbincang serius, sebelum Beliau pamit,” jelasnya.
Ketika soal putusan MK terkait sistem proporsional pemilu legislatif viral diperbincangkan, mereka pun sempat komunikasi per telepon.
Denny jelaskan rilisnya, bahwa tidak ada pembocoran rahasia negara.
Pasalnya kata Denny, sumber itu bukan dari MK. Mahfud tidak menanyakan, karena menurutnya paham tidak akan menyampaikan.
“Kami sudah satu frekwensi, saling memahami. Hati kami sudah bicara meskipun tanpa kata. ‘Ya sudah santai-santai saja dulu’, ujar Prof. Mahfud sebelum menutup sambungan telepon,” paparnya.
“Sumber kredibel saya, Prof. Mahfud tahu. Orang yang kami hormati juga sebagai tokoh antikorupsi, juga punya integritas tak terbeli, dan kapasitas yang mumpuni. Karena itu informasi dan analisisnya soal putusan MK tentang sistem proporsional pantas dinilai kredibel, layak diperhitungkan,” lanjut dia bercerita.
Beberapa hari lalu, Mantan Stafsus SBY ini mengaku berkomunikasi lagi dengan sang “sumber kredibel”, yang disebutnya sebagai pemberi informasi.
“Dia masih meyakini analisis yang dia berikan valid dan benar. ‘Meskipun bisa jadi berubah, karena informasi yang Mas Denny sebarkan’, katanya,” tandas pria kelahiran Kotabaru ini. [Fajar]