WANHEARTNEWS.COM - Pakar politik sekaligus akademikus Universitas Bengkulu Dr Panji Suminar mengatakan, fenomena partai politik yang merekrut artis menjadi calon legislatif (caleg) untuk diusung menunjukkan ketidakmampuan parpol dalam program pengaderan.
"Meski tidak menafikan bahwa ada artis yang memiliki kapasitas menjadi politikus, namun yang terlihat banyak yang sebenarnya belum punya kapasitas. Dan mereka direkrut lebih kepada vote getter atau pengumpul suara," kata Panji Suminar di Bengkulu, Sabtu (3/6/2023).
Upaya partai politik menempatkan publik figur maupun artis dalam daftar calon legislatif mereka, hal itu lanjut Panji tentu sama saja dengan menunjukkan kader-kader yang dimiliki parpol tidak punya kemampuan sebagai pengumpul suara.
"Saya memandang ini menunjukkan ketidakmampuan kaderisasi partai untuk menciptakan kader yang bisa mempengaruhi atau yang bisa mengumpulkan suara banyak dan diakui oleh masyarakat perannya. Kalau ada kader yang terkenal seperti itu tentu parpol tidak memerlukan artis untuk diusung sebagai calon legislatif," kata Panji.
Sebenarnya, lanjut dia partai politik juga tidak salah mementingkan upaya meraup suara sebanyak-banyaknya dengan merekrut sosok-sosok populer di masyarakat karena parpol "dihantui" oleh aturan ambang batas parlemen 4 persen yang harus dicapai dalam pemilu.
"Setiap partai itu dihantui oleh PT 4 persen, itu permasalahannya, maka pendekatannya dalam bentuk kuantitatif, tidak bisa meraup suara artinya kalah dalam pemilu, buang-buang waktu, upaya dan sumber daya kalau mereka tidak yakin lolos PT," ucap Panji Suminar.
Sesuai regulasi, besaran ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) yaitu persyaratan minimal yang harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan kursi di parlemen yakni sebesar 4 persen.
Ambang batas parlemen mulai diterapkan pada Pemilu 2009 dengan tujuan menciptakan sistem multipartai sederhana. Namun, kinerja ambang batas parlemen yang diterapkan dalam menyederhanakan parpol di parlemen turun naik.
Pada Pemilu 2009 penerapan ambang batas parlemen dengan dasar hukum UU nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu, ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional.
Ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 3,5 persen pada Pemilu 2014, dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012. Dan pada Pemilu 2019, besaran ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 4 persen.
Sumber: suara