Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Indonesia mengkritisi Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City yang bakal dikerjakan oleh pemerintah di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Pada babak pertama, investasi dari pengembang PT Makmur Elok Graha (MEG) menggaet investor Cina, Xinyi Group.
Menanggapi hal tersebut, Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan Walhi Indonesia, Satrio Manggala menguraikan beberapa dampak lingkungan yang berpotensi terjadi buntut dari Rempang Eco City. Pertama, penggunaan air berlebihan.
"Ini akan berkaitan dengan kondisi geografis Pulau Rempang sebagai pulau kecil sehingga rentan, jika penggunaan air berlebihan," jelas Satrio dalam diskusi Konflik Agraria Rempang dan Penggusuran Skala Nasional pada 19 September 2023.
Kedua, pembuangan limbah cair dan zat berbahaya. Pada operasi Xinyi di Kanada ada catatan pencemaran limbah cair sehingga Satrio khawatir dapat mengancam Pulau Rempang. Ketiga, kebutuhan pasok energi besar. Jika akhirnya Xinyi menggunakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, maka tindakan itu tidak ramah lingkungan. Abu dari asap pabrik dari produksi kaca dan PLTU dekat dengan pemukiman warga.
Keempat, ancaman degradasi lingkungan. Sebab, adanya potensi eksploitasi pasir menjadi bahan baku dasar produksi. Kelima, ancaman limbah padat dan berbahaya lainnya. Tawaran pemerintah terkait relokasi warga terdampak yang tetap tinggal di Pulau Rempang akan sangat mengkhawatirkan.
Selain itu, Manager Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Indonesia, Parid Ridwanuddin juga mengkritisi bahwa pemerintah tidak menghitung keuntungan investasi Pulau Rempang, secara utuh. Pemerintah hanya membahas terkait meningkatkan dampak ekonomi, tidak menghitung kehilangan lain akibat investasi tersebut. Kehilangan lain juga membawa kerugian besar bagi Indonesia dalam aspek sosial dan ekologi.
Di sisi lain, Walhi juga angkat suara terkait tewasnya satu orang akibat penembakan yang diduga dilakukan aparat kepolisian terhadap warga Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Polres Seruyan dan Polda Kalteng diduga menggunakan senjata api dan peluru tajam dalam penanganan aksi massa pada 7 Oktober 2023 silam. Konflik tersebut terjadi karena imbas dari protes warga Bangkal sejak 16 September 2023 menuntut PT HMBP 1 (Best Agro International Group) yang dinilai mengambil tanah warga tanpa izin di luar HGU perusahaan.
Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah, Bayu Herinata mengatakan penembakan massa aksi oleh aparat kepolisian merupakan tindakan melawan hukum.
“Dugaan penggunaan senjata api dengan peluru tajam dalam penanganan aksi massa adalah kejahatan yang tidak bisa diabaikan,” tegas Bayu pada 7 Oktober 2023.
Walhi menyesalkan fakta bahwa kepolisian yang seharusnya melindungi masyarakat malah menggunakan gas air mata dan peluru tajam tidak sesuai prosedur. Polisi yang terlibat tersebut harus dibawa ke ranah hukum, termasuk secara pidana. Sebab, pelanggaran prosedur tersebut telah mengakibatkan korban jiwa.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian pun bertanya-tanya karena kepolisian malah mendukung perusahaan, alih-alih melindungi keselamatan warga. Jika bekerja untuk perusahaan, maka kepolisian dibubarkan saja.
"Polisi mem-back up perusahaan secara penuh. Kami heran ini mereka polisi atau satpam perusahaan," ujar perwakilan Walhi tersebut kepada Tempo pada 8 Oktober 2023.
Sumber: tempo
Foto: Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) bersama warga Nagari Air Bangis melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kemenko Marves, Jakarta, Jumat, 22 September 2023. Dalam aksinya mereka menyampikan penolakan pengusulan Air Bangis sebagai wilayah Proyek Strategis Nasional (PSN), karena dengan adanya proyek tersebut warga terancam akan kehilangan lahan yang menjadi sumber nafkah mereka. TEMPO / Hilman Fathurrahmam W