Kasus kebocoran data pribadi kembali mencuat, dengan dugaan bahwa data ratusan juta warga Indonesia telah bocor akibat lemahnya pengelolaan data di berbagai kementerian dan lembaga.
Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya mengkritik lemahnya kesadaran pemerintah dalam menjaga data publik. Menurutnya, insiden ini merupakan dampak berulang dari pengamanan yang tidak memadai.
"Ratusan juta data orang Indonesia bocor itu dari kebocoran data yang sudah terjadi berulang dari berbagai institusi pemerintah. Data bocor ini yang memprihatinkan,"kata Alfons kepada RMOL pada Selasa 10 Desember 2024.
Alfons menyoroti minimnya kesadaran pengelola data dalam melindungi informasi pribadi masyarakat. Ia menilai, data publik sering diperlakukan sebagai aset untuk dieksploitasi, bukan amanah yang harus dijaga.
"Kesadaran atas pengelolaan data yang baik sangat rendah. Pengelola data memperlakukan data sebagai sarana untuk mendapatkan manfaat data dan kurang kesadaran untuk melindungi data," tegasnya.
Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Annisa Noorha, menambahkan bahwa lemahnya pemahaman tentang hukum perlindungan data pribadi juga masih menjadi penyebab maraknya kebocoran data.
"Ini bisa terjadi karena pemahaman yang minim tentang perlindungan data atau ketidakseriusan pengendali dan prosesor data dalam melindungi data yang mereka proses," ujar Annisa.
Annisa juga menyoroti kurangnya transparansi pemerintah dalam menelusuri penyebab kebocoran data, sehingga tidak pernah ada penyelesaian yang jelas untuk setiap kasus.
"Setiap kasus kebocoran data tidak pernah ditelusuri dengan tuntas. Tidak ada penjelasan teknis mengenai celah keamanan, dan publik juga tidak diberikan informasi yang memadai," jelasnya.
Kekhawatiran terkait kebocoran data pribadi disuarakan seorang aktivis bernama MrBert. Dalam video yang diunggah di akun Instagram-nya, ia menunjukkan bagaimana data pribadi, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan KTP, dapat disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
"Data ini bisa digunakan untuk memanipulasi rekening bank, membuat pinjaman online, atau bahkan mencuci uang. Rekening seseorang bisa dibekukan tanpa mereka tahu apa yang terjadi," ujar MrBert.
Ia mengungkapkan, kebocoran data ini bahkan memungkinkan pelaku untuk mengakses dan menonaktifkan rekening bank tanpa menggunakan metode peretasan yang rumit sambil mencontohkannya ke sebuah bank.
Sumber: rmol
Foto: Ilustrasi/Ist