Sebuah insiden mengejutkan terjadi di kantor redaksi Tempo. Sebuah paket berisi kepala babi dikirimkan ke kantor media investigatif tersebut. Pengamat politik Muslim Arbi menilai insiden ini sebagai upaya pembungkaman terhadap kebebasan pers, mengingat reputasi Tempo yang dikenal vokal dalam membongkar kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Insiden ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk jurnalis, aktivis hak asasi manusia, dan akademisi. Muslim Arbi menegaskan bahwa kejadian ini bukan sekadar bentuk teror biasa, melainkan pesan intimidasi yang serius terhadap media.
“Tempo selama ini sangat kritis dan berani dalam mengungkap kasus-kasus besar, termasuk yang melibatkan pejabat tinggi. Mengirim kepala babi adalah bentuk ancaman yang tak bisa dianggap remeh. Ini mengarah pada pembungkaman kebebasan pers,” kata Muslim Arbi yang dikutip dari www.suaranasional.com, Jumat (21/3/2025).
Serangan terhadap pers seperti ini bukan pertama kali terjadi di Indonesia. Beberapa tahun terakhir, jurnalis yang mengungkap kasus-kasus besar kerap menghadapi tekanan, mulai dari ancaman verbal, serangan digital, hingga tindakan fisik.
Tempo memiliki rekam jejak panjang dalam mengungkap berbagai skandal besar. Beberapa laporan investigatifnya yang paling berpengaruh antara lain pertama, Investigasi Tempo membongkar kerugian negara hingga triliunan rupiah akibat korupsi di dua perusahaan asuransi plat merah ini.
Kedua, Tempo mengungkap praktik tambang ilegal yang melibatkan jaringan elite politik dan merusak lingkungan. “Beberapa pejabat yang kini terseret kasus hukum sempat menjadi objek investigasi Tempo,” paparnya.
Insiden ini terkait dengan pemberitaan terbaru Tempo yang mengungkap dugaan keterlibatan elite tertentu dalam kasus korupsi besar. “Ini bukan sekadar aksi iseng atau main-main. Ada pesan politik di baliknya. Biasanya, ancaman semacam ini datang dari pihak yang merasa terancam oleh pemberitaan Tempo,” ujar Muslim.
Ancaman terhadap Tempo bukan hanya serangan terhadap satu media, tetapi juga simbol dari ancaman yang lebih luas terhadap kebebasan pers di Indonesia. Jika insiden ini tidak diusut tuntas, bukan tidak mungkin serangan terhadap jurnalis akan semakin marak.
“Ke depan, perlu ada langkah konkret dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku di balik intimidasi ini. Selain itu, solidaritas dari komunitas pers dan masyarakat sipil menjadi kunci untuk memastikan bahwa media tetap bisa menjalankan fungsinya sebagai pengawas kekuasaan,” pungkasnya.
Sumber: suaranasional
Foto: Ilustrsai/Net