Sampai hari ini (Kamis, 13/3), tidak ada informasi up date/ perkembangan penanganan kasus pagar laut dan sertifikat laut di perairan laut Tangerang. Setelah Polisi menerapkan Arsin dkk sebagai tersangka sertifikat laut, menyusul KKP juga membebankan tanggung jawab pagar laut kepada Arsin, seolah-olah perkara dianggap selesai.
Padahal, semua juga tahu dalang kejahatan pagar laut dan sertifikat laut adalah Agung Sedayu Group, perusahaan milik Aguan. Semua juga tahu, motif adanya kejahatan pagar laut dan sertifikat laut adalah untuk melakukan reklamasi. Membangun kawasan industri properti di sepanjang perairan laut Tangerang Utara.
Konstruksi hukum pertanggung jawaban pidana kasus ini, tidak bisa berhenti hanya sebatas Arsin dkk di layer Desa. Karena Kejahatan pagar laut dan sertifikat laut, melibatkan pihak-pihak di unsur Desa-desa, Pemda, DPRD, BPN, hingga Kementerian terkait. Dan yang paling penting, otak dan dalang sekaligus penerima manfaat kejahatan pagar laut dan sertifikat laut adalah Korporasi Agung Sedayu Group milik Aguan.
Tapi kenapa Aguan tidak tersentuh? Apakah Negara sudah kalah berhadapan dengan Aguan?
Menarik apa yang disampaikan oleh Mahesa al Bantani, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR RI pada Selasa, 4 Maret 2025 lalu. Aktivis Banten ini meminta izin, agar dalam waktu 1 x 48 jam (2 hari), Banten dijadikan wilayah bebas hukum untuk mengadili Aguan.
Pernyataan ini keluar, dilatarbelakangi dari kegemasan rakyat Banten yang melihat Negara seperti kalah melawan Aguan. Bukan hanya sekedar kalah, bahkan Negara seperti turut melindungi Aguan dengan indikasi sebagai berikut:
Pertama, proses hukum kasus pagar laut dan sertifikat laut hanya dilokalisir ke ARSIN dkk. Ini jelas dapat dipahami sebagai tindakan penyelamatan Aguan, dengan mengelabui publik seolah-olah yang punya kepentingan dan bertanggung jawab pada kasus ini hanya ARSIN dkk.
Kedua, sandiwara Nusron Wahid Menteri ATR kepala BPN, yang memberikan sanksi tegas dan menurunkan dari jabatannya kepada pejabat BPN, yang diketahui ada yang sudah pensiun (JS). Ini benar-benar pengelabuan yang sangat menyakiti publik.
Ketiga, Sakti Wahyu Trenggono Menteri KKP, langsung menempatkan Arsin dan Tarsin Staf Desa sebagai pelaku dan penanggung jawab pagar laut. Padahal, masyarakat Banten sudah tahu pelakunya adalah Mandor Memet, Eng Cun, hingga Ali Hanafiah Lijaya orangnya AGUAN. Terlihat sekali intensi menteri KKP menyelamatkan orang-orangnya Aguan di kasus pagar laut.
Keempat, Nusron Wahid dan Sakti Wahyu Trenggono kompak bicara tentang Tanah Musnah. Sebuah pengkondisian opini, seolah-olah dahulu pernah ada daratan yang kemudian musnah terkena abrasi dan menjadi lautan (tanah musnah).
Padahal, tidak ada tanah musnah. Yang ada tanah fiktif yang diproses dengan penerbitan sertifikat fiktif berdasarkan dokumen fiktif (palsu).
Terlihat, ada upaya penyelamatan Korporasi Aguan agar nantinya bisa memanfaatkan hak Reklamasi terhadap tanah musnah, berdasarkan pasal 66 PP No 18 tahun 2021.
Kelima, Nusron Wahid plin plan soal pencabutan sertifikat laut. Dicabut, batal, dicabut lagi. Hal ini membuat rakyat tidak percaya terhadap pencabutan 263 SHGB di wilayah laut yang diklaim Nusron Wahid, sebelum sertifikat itu digunting satu per satu dihadapan rakyat.
Lalu, jika negara bersama aparat dan pejabatnya sudah bertindak melindungi Aguan, Apakah salah rakyat meminta waktu 1 x 48 jam untuk menjadikan Banten sebagai wilayah zona bebas untuk mengadili Aguan? [].
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H,
Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.