DPP ARUN: MK Tak Bakal Kabulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

DPP ARUN: MK Tak Bakal Kabulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Rabu, 31 Mei 2023 | Mei 31, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-05-31T04:35:22Z

JAKARTA-Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) meyakini, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mengabulkan sistem pemilihan umum (Pemilu) proporsional tertutup. Soalnya sistem ini sudah pernah diterapkan sebelum reformasi terjadi pada tahun 1998 silam. 

“Kami menganalisis tidak mungkin MK itu memutuskan proporsional tertutup, karena kalau dari sudut pandang tata negara, MK itu melakukan perubahan dari tertutup menjadi terbuka pada masa lalu,” kata Ketua DPP ARUN Bob Hasan saat ditemui di kantornya pada Selasa (30/5/2023). 

Menurut dia, Bangsa Indonesia sejak lama menginginkan adanya sistem pemilihan terbuka. Bahkan selama pemilihan terbuka pasca reformasi, tidak ada masyarakat yang protes terhadap sistem ini. 

“Pemilihan langsung sudah menjadi tren di masa reformasi, karena amanah dan perjuangan dari reformasi itu adalah transparan dan akuntabilitas,” ujar Hasan. 

Selain itu, sistem proporsional terbuka juga dianggap menjadi gerbang adanya pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung. Berbeda di masa lampau, kepala daerah dipilih anggota dewan yang dianggap representasi masyarakat di daerah. 

“Jadi sekarang Bupati, Wali Kota dan Gubernur itu secara langsung dipilih rakyat, bukan lewat dewan (DPRD) lagi. Kemudian pemilihan presiden, juga bukan lewat dewan (MPR RI) lagi, tapi masyarakat langsung,” jelasnya. 

Hasan mengingatkan, produk hukum lahir dari sebuah gagasan berdasarkan kaidah dan norma. Ketika hal itu bergeser, hukum akan mengikutinya dalam rangka penyesuaian. 

Di sisi lain, tidak ada peristiwa penting yang dianggap menjadi pendorong MK untuk mengubah proporsional terbuka menjadi tertutup kembali. Beda halnya ketika rakyat Indonesi menghendaki adanya perubahan sistem di era order baru menjadi reformasi. 

“Saya yakin betul bahwa MK tidak mungkin memutuskan proporsional tertutup, karena tidak ada peristiwa politik yang penting di situ, cuma karena ada ujaran bahwa dalilnya pemohon itu menyatakan, politik uang makin kencang dan segala macam,” ucapnya. 

Dia khawatir, jika MK mengabulkan sistem proporsional tertutup untuk Pileg, keputusan tersebut bisa menjadi yurisprudensi untuk diajukan kembali dalam Pilkada hingga Pilpres. Soalnya Pilkada dan Pilpres secara langsung dituding bisa memicu perpecahan dan adanya politik uang. 

“Jadi putusan MK kalau dibuat tertutup, ini menjadi yurisprudensi pemilihan-pemilihan lainnya, nggak mungkin MK menjadi dualistis,” imbuhnya. 

Hasan berkata, ada tiga parameter bagi MK untuk mengabulkan keputusan tersebut yakni terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Di masa lampau, perubahan sistem tertutup menjadi terbuka karena unsur TSM sudah terpenuhi. 

“Ini yang mengajukan tidak masif dan tidak terstruktur karena ccuma sekelompok orang. Dari sembilan partai di Parlemen (Senayan) delapan partai menolak, sedangkan kalau sistematis sudah jelas mereka mengajukan sebagai pihak terkait, bahwa tidak setuju proporsional tertutup,” katanya. I press
×
Berita Terbaru Update
close