JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD balik bertanya ketika dimintai tanggaPan mengenai pembelaan Ketua MK Anwar Usman yang merasa difitnah setelah dinyatakan melanggar etik oleh Majelis Kehormatan MK.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ini pun balik bertanya mengenai siapa yang menurut Anwar memfitnah dirinya.
"Siapa yang memfitnah? Merasa difitnah oleh siapa?" kata Mahfud seusai acara Dies Natalis Universitas Pancasila di Jakarta Convention Center, Kamis (9/11/2023).
Mahfud pun menyarankan agar Anwar menyampaikan keluh kesahnya itu kepada MKMK yang menyatakan dirinya melanggar etik.
"Bilang saja kepada yang memutus," ujar dia.
Lebih lanjut, Mahfud menuturkan bahwa putusan MKMK memang tidak mengharuskan Anwar untuk mundur dari posisi hakim MK.
Namun, ia menekankan bahwa keputusan Anwar untuk mundur atau bertahan di MK akan kembali moral dirinya sendiri.
"Secara moral itu urusan dia berhak untuk mempertahankan diri, berhak untuk mencari dalil-dalil lain, tetapi putusan MKMK sudah selesai. Sudah final dan gejolak ke depan sudah tinggal berjalan," kata Mahfud.
Sebelumnya, Anwar Usman merasa difitnah secara keji dengan opini publik dan putusan MKMK yang menyatakannya melanggar etik berat.
Dalam jumpa pers tanpa kesempatan bertanya, Rabu (8/11/2023), Anwar menyebut kata "fitnah" sedikitnya 8 kali dalam 17 butir poin keterangannya.
"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum," kata Anwar.
"Saya tidak akan mengorbankan diri saya, martabat saya, dan kehormatan saya, diujung masa pengabdian saya sebagai hakim, demi meloloskan pasangan calon tertentu," ujar dia.
Anwar mengaku mendapatkan kabar soal skenario politisasi dengan menjadikan dirinya obyek dalam putusan MK tersebut, termasuk soal rencana pembentukan MKMK.
"Telah saya dengar jauh sebelum MKMK terbentuk," ujar dia.
Namun, meski saya sudah mendengar ada skenario yang berupaya untuk membunuh karakter saya, tetapi saya tetap berbaik sangka, berhusnuzon, karena memang sudah seharusnya begitulah cara dan karakter seorang muslim berpikir," kata Anwar.
Sebelumnya diberitakan, Anwar Usman diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan ini diketuk oleh MKMK dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).
Dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Hakim yang setuju putusan itu hanya Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul. Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), bahwa hanya gubernur yang berhak untuk itu.
Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak dan menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023). I kps