Pemilu 2024 Disebut Paling Buruk Kualitasnya -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pemilu 2024 Disebut Paling Buruk Kualitasnya

Sabtu, 16 Desember 2023 | Desember 16, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-12-16T08:27:44Z

PEMILU 2024 dinilai sebagai pemilu yang paling gaduh dan jelek kualitasnya. Aktivis 98 Ray Rangkuti dalam diskusi Para Syndicate, Jumat (15/12) mengatakan buruknya kualitas Pemilu 2024 karena banyak terjadi pelanggaran dan praktik yang tidak menjunjung demokrasi seperti mengubah aturan dan ketentuan untuk kepentingan pasangan calon tertentu. Bahkan KPU dan Bawaslu pun dibuat untuk tidak bisa berbuat banyak dalam menciptakan pemilu bersih dan berintegritas.

"Pemilu 2024 dinilai paling jelek kualitasnya karena ada aturan yang diubah di tengah jalan, ketentuan soal Mahkamah Konstitusi, kedua format debat yang ingin diubah untuk disesuaikan dengan keperluan dan kepentingan paslon tertentu. Ketiga Bawaslu yang tidak bisa berbuat apa-apa juga KPU belum berbuat apa-apa sudah disanksi berat berat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu termasuk dua PKPU berbeda yang menggolkan salah satu paslon," jelasnya.

Situasi ini menurutnya masih diperburuk dengan tidak ada wacana dan gagasan yang dimunculkan oleh paslon. Kondisi ini lebih buruk dibandingkan yang terjadi pada Pemilu 2014 dan 2019 dengan isu politik identitas dan hoaks. Padahal seharusnya kita bisa belajar dan tidak lagi mengalami situasi yang sama bahkan lebih buruk.

"Pada 2014 kita dihadapkan isu tentang politik identitas tapi perdebatan antara politik identitas dan nonidentitas kuat sekali. Pada 2019 kita dihadapkan dengan peristiwa hoaks tapi perdebatan kita menjadi kuat"

Pada pemilu 2024 publik justru diajak bukan untuk berdebat gagasan atau isi kepala para paslon tapi berdebat gaya cara bagaimana berjoget. Padahal ini merupakan kali pertama publik dengan terbuka dan gembira bahkan memfasilitasi untuk mendengar gagasan para paslon.

"Ini sangat disayangkan. Padahal ini kali pertama dalam sejarah pemilu kita masyarakat dengan senang hati memfasilitasi dibuatnya perdebatan-perdebatan. Sayangnya forum debat itu tidak dioptimalkan oleh salah satu pasangan calon. Lalu mereka mengatakan tunggu saja di perdebatan resminya. Padahal dalam kampanye itu yang dijual adalah ide bukan jual makan siang dan minum susu," tegasnya.

Publik sambung dia berhak tahu apa yang akan dilakukan oleh calon pemimpinnya untuk lima tahun ke depan. Hal ini seharusnya menjadi atensi semua paslon khususnya cawapres Gibran Rakabuming Raka yang menuai banyak sorotan karena sokongan dari orangtuanya yang merupakan presiden.

"Yang namanya kampanye harus mengeluarkan apa itu gagasan yang dimiliki, apa saja yang dipikirkan di masa depan dan apa yang tawarkan kepada rakyat selama 5 tahun bukan diam. Atau ketika bergerak makan siang makan minum susu atau ketika ngomong salah ngomong menjadi asam sulfat. Menurut saya calon presiden dan calon wakil presiden yang paling banyak melakukan blunder adalah Gibran Rakabuming Raka dan banyak paling banyak dilaporkan," tegasnya.

Sementara itu menurut Eksponen Aktivis 98 Indro Cahyono menilai demokrasi bukan dilihat dari adanya tradisi (pemilu) tetapi mencakup hal yang lebih besar dalam bernegara. Dengan kondisi yang ada sejak era orde lama demokrasi yang kita miliki tidak sesuai dengan praktik bernegara yang sehat. Saat ini proses perusakan demokrasi berjalan dengan mekanisme yang dimanipulasi.

"Demokrasi itu bukan ada tradisi atau tidak tetapi indikator demokrasi itu di negara kita tidak jelas atau tidak ada. Kita bicara demokrasi tapi dalam praktiknya itu berbeda. Kalau demokrasi dilakukan rakyatlah yang jadi raja, anggota DPR bisa di-recall. Sekarang tidak bisa itu artinya indikator demokrasi kita tidak ada," ungkapnya.

Tokoh pers yang juga jadi pembicara dalam diskusi tersebut Jus Soema Di Praja menegaskan demokrasi yang dibangun setelah reformasi luluh lantak di pemerintahan Jokowi. Sikap presiden yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip demokrasi tidak pernah terjadi.

"Demokrasi kita hancur lebur kita mau bicara demokrasi apa. Seorang presiden harus menjadi milik rakyat. Kita bisa melihat seorang presiden mengatakan PSI menang. Mana ada presiden memihak satu partai mau bicara demokrasi dia pasti tidak ngerti dengan demokrasi. Itu mencerminkan seorang pemimpin yang otoriter menggunakan undang-undang ITE untuk menangkap para aktivis," cetusnya.

Foto: Ist Calon Presiden Prabowo Subianto-Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka/Ist
×
Berita Terbaru Update
close